CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 26 November 2013

Sebuah Ingatan…

Jika aku harus mengingatmu….
Maka yang tergambar di sini adalah sebuah taman bunga dengan padang rumput yang luas, terletak di tepi danau berwarna hijau yang airnya jernih, berkilau ditimpa sinar mentari.
Di tempat itu kita akan duduk di sebuah bangku kayu panjang, tepat dibawah pohon flamboyan yang mahkota bunganya berguguran...
Kita akan duduk berjauhan, berdiam diri dalam kecanggungan,saling melirik, tersenyum simpul, kemudian membuang muka ke arah lain… Lama-lama kita sendiri merasa aneh dengan suasana seperti itu, lalu kita akan memanggil nama masing-masing secara bersamaan, dan tertawa malu-malu karenanya..
Aaaah…betapa noraknya ingatan ini, semua pasti akan langsung berkata aku terlalu banyak nonton film-film picisan, drama cinta-cintaan yang bikin bergidik …
Peduli apa, ini pikiranku sendiri kok..
Satu pertanyaan akan mengantarkan kita pada percakapan yang mengalir apa adanya, dan disaat seperti itu, rasanya seperti kembali ke masa lalu..
Masa dimana kita adalah sepasang sahabat.., tapi bukankah selamanya kita tetap sahabat?
Dan seperti biasa, kita akan melupakan waktu barang sejenak sampai kita tersadarkan oleh pantulan sinar mentari di riak-riak air danau..
Aaaah….mentari sudah tergelincir ke barat, hampir kembali ke peraduannya. Lalu bagaimana dengan kita? Akan ada “5 menit lagi…” yang kita tambahkan lagi dan lagi sebagai alasan untuk tetap duduk disana..tapi tetap saja, kita akan menghela nafas berat, bingung…haruskah kita tetap duduk disana hingga malam, ataukah kita beranjak dan mengucapkan salam perpisahan untuk sementara sambil menjanjikan adanya pertemuan lagi di lain waktu..
Aku tahu kita akan condong pada pilihan pertama, bukankah harusnya seperti itu??
Atau ini hanya sekedar latar cerita ketika aku harus mengingatmu?

-15 Oktober 2013-
[status Facebook yang diperbarui]

Orang Bilang…. Tanah Kita Tanah Surga




Bumi yang kita tempati merupakan planet yang luar biasa. Seperti yang banyak kita lihat di gambar-gambar majalah, televisi, maupun internet, planet ini akan terlihat sangat indah ketika dipantau dari luar angkasa karena warnanya yang biru kehijauan, biru menunjukkan luasnya wilayah perairan dan hijau mewakili daratan. Dari sekian banyak planet dan benda-benda langit, bumi yang kita tinggali ini memang dirancang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dapat ditinggali oleh makhluk hidup, dimana ketersediaan air, udara, serta berbagai esensi-esensi kehidupan terdapat di dalamnya.

            Penduduk-penduduk bumi pun tidak perlu khawatir akan serangan sinar  ultraviolet dari matahari yang menyengat ataupun benda-benda langit yang nyasar menerpa bumi, karena ada suatu sistem sempurna yang tercipta yaitu lapisan atmosfer yang menjadi tameng bagi bumi kita. Seperti yang tertuang dalam Alquran Surat Al-Anbiya ayat 32:
            “ Dan kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) itu ( matahari, bulan angin, awan, dan lain-lain),”
            Akan tetapi, bumi yang kita tempati ini sudah tua usianya, sudah terlalu penuh sesak dan jenuh dalam menampung penduduknya yang mencapai sekitar 7 milyar jiwa. Disisi lain, dari era ke era, bukannya semakin bertambah peduli, manusia malah semakin apatis terhadap keberlangsungan dan kelestarian bumi. Padahal jika kita mau berpikir dan lebih mengintrospeksi diri, kita tidak hidup hanya untuk hari ini saja, masih ada hari esok yang akan kita hadapi, terutama anak cucu kita nanti.
            Seandainya saja manusia menyadari, antara bumi dan makhluk hidup terdapat hubungan keterikatan yang dinamakan memberi dan diberi satu sama lain. Alam sudah menyediakan segala potensi yang ia punya demi keberlangsungan hidup makhluk yang berpijak diatasnya, tidak dapat dipungkiri bahwa segala aspek kehidupan makhluk hidup sangat bergantung pada alam. Berbagai komponen baik itu biotik maupun abiotik tersedia untuk dimanfaatkan oleh makhluk hidup utamanya manusia.
            Sayang sekali, apa yang telah disediakan oleh alam tidak setimpal dengan apa yang kita berikan. Alam memberi dan kita diberi oleh alam, tetapi kita tidak memberi kepada alam. Dalam artian, manusia lupa untuk memberikan timbal balik positif yaitu dengan menjaga alam yang menjadi sumber kehidupannya.
Di antara sekitar 7 milyar manusia yang mendiami bumi, tidak banyak yang memiliki prinsip untuk menjaga keberlangsungan dan kelestarian sumber daya alam di bumi, dan mungkin hanya segelintir pihak saja yang benar-benar memiliki lifestyle yang ramah terhadap lingkungannya. Melihat begitu melimpahnya kekayaan alam beserta potensi-potensi di dalamnya, manusia lupa bahwa itu semua perlu dijaga supaya dapat dimanfaatkan untuk seterusnya. Dalam pikiran manusia yang sangat manusiawi, ketersediaan alam itu bukannya menjadi sumber kehidupan melainkan menjadi ladang eksploitasi dan ajang memperkaya diri. Manusia tidak lagi peduli akan kerusakan-kerusakan yang telah dibuatnya demi mengeruk kekayaan alam.
Akan tetapi, tetaplah hubungan bumi dan makhluk hidup itu sifatnya memberi dan diberi. Apa yang kita berikan kepada alam, alam akan mengembalikannya dalam bentuk yang berkali-kali lipat lebih besar. Ketika kita betul-betul menjaga bumi kita, sekalipun itu semua dimulai dari hal-hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, menanami lahan kosong dengan pepohonan, dan mengurangi penggunaan bahan bakar minyak, maka kita akan menemui suatu lingkungan hidup yang sehat dan ramah pula terhadap kita. Tidak akan ada cerita terjadi banjir dan tanah longsor dikala musim penghujan, maupun bencana kekeringan di musim kemarau. Begitu pula sebaliknya, ketika kita melakukan perusakan dan mengeksploitasi bumi secara berlebihan, maka bumi pun pada akhirnya akan memberikan hal yang sama, yaitu kerusakan yang dampaknya seperti bumerang, berbalik kepada manusia yang merusak itu sendiri.
Kita lihat saja saat ini, banjir, tanah longsor, perubahan iklim yang sangat ekstrim, kekeringan, dan berbagai bencana melanda di berbagai belahan dunia. Semua itu merupakan peringatan dari alam bahwa ia sudah terlalu sakit dan miskin untuk dirusak lagi dan lagi. Bumi mulai memperingatkan manusia bahwa ia diciptakan untuk menjadi tempat tinggal makhluk hidup, jika tempat tinggal satu-satunya tersebut rusak, mampukah kita mencari tempat tinggal lain yang sama nyamannya seperti di bumi? Itulah sifat dasar manusia, tidak akan sadar sebelum diperingatkan. Setelah kerusakan-kerusakan parah terjadi di bumi, barulah manusia menyatakan untuk memperbaiki sikap dan mulai menjaga keberlangsungan bumi. Berbagai program pun dilaksanakan dalam rangka mencegah bencana alam, global warming, dan juga hilangnya spesies flora dan fauna.
Sekelompok manusia dari berbagai organisasi memulai misinya untuk menyelamatkan bumi, dari mulai melakukan aksi turun ke jalan membagikan brosur-brosur, penanaman pohon, hingga seminar-seminar untuk mencetuskan program menjaga lingkungan. Sedikit demi sedikit manusia memulai untuk membangun gaya hidup ramah lingkungan. Kata- kata Go Green, Stop Global Warming, Save Our Earth, dan sebagainya mendadak akrab di telinga kita.
Tidak ketinggalan, negara kita pun menyumbangkan perannya dalam menyelamatkan keberlangsungan kehidupan di bumi. Seperti yang kita pelajari sejak di bangku SD, kita didoktrin bahwa kita tinggal di negara Maritim yang kaya raya, sumber daya alam dan bahan tambang melimpah ruah, iklimnya hangat dan nyaman ditinggali, tumbuhan apapun bisa dibudidayakan dan menjadi sumber pangan, hutan luas, dan masih banyak lagi yang bisa kita banggakan dari negara kita. Seperti yang tertuang dalam lagu Koes Plus:

“Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”

Dari lagu tersebut bisa kita lihat betapa mudahnya hidup di negara kita. Jika negara lain masih harus mengimpor apa-apa saja yang negara mereka butuhkan, kita justru bisa mendapatkan segalanya di negeri kita. Dari hasil laut hingga hasil pertanian, dari hasil ternak hingga perkebunan, dari kekayaan hutan hingga pertambangan. Alangkah meruginya jika negara sekaya ini tidak kita jaga tetapi malah kita rusak kelestariannya. Alangkah lebih merugi lagi jika justru orang lain yang menemukan potensi negara kita disaat kita sendiri buta akan hal itu,seperti potongan lagu Koes Plus di atas, “ Orang bilang tanah kita tanah surga”. Ya…, tanah kita memang tanah kaya raya bak tanah surga, tapi itu kata orang, bukan kata kita. Tidak bisa kita bayangkan jika negara kita yang notabene merupakan salah satu paru-paru dunia ini mendadak gundul karena hutannya ditebas sana-sini untuk kesejahteraan satu dua orang saja. Lantas bagaimana dengan 200 juta orang penduduk Indonesia lainnya? Bagaimana dengan anak cucu kita nanti?
Suatu kabar baik bahwa negara kita akhirnya juga memutuskan untuk menggalakkan semboyan Go Green! seperti yang diserukan penduduk dunia saat ini. Bisa kita lihat, di lingkungan sekitar kita sering terdengar istilah-istilah seperti Car Free Day, green Canteen, tanam sejuta pohon, recycling dan masih banyak lagi yang menggambarkan Green Lifestyle guna menjaga kelestarian bumi. Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana pelaksanaan dari program-program tersebut? Benarkah mereka menjalankannya untuk melestarikan bumi kita?
Tidak ada salahnya sama sekali memiliki program untuk melestarikan bumi, justru bagus sekali jika manusia akhirnya mau menyadari ketergantungan hidupnya terhadap alam. Hanya saja, akan menjadi lebih baik lagi jika semua program tersebut dilaksanakan dengan sepenuh hati tanpa adanya maksud lain selain untuk menjaga bumi kita. Tidak ada unsur dan tujuan lain seperti untuk memperoleh pencitraan diri, mengeruk keuntungan, dan lain sebagainya.
Lebih bagus lagi jika kita mau menjadi pioneer, pendahulu, dan menjadi contoh bagi orang lain. Tidak perlu melakukan aksi turun ke jalan, tidak perlu melakukan penyuluhan-penyuluhan di berbagai tempat, cukup kita sendiri yang menjadi Role model untuk gaya hidup yang ramah lingkungan. Yakin saja bahwa sesuatu yang baik pasti menarik simpati banyak orang, dalam artian bukan untuk dikagumi, tetapi untuk ditiru.
Seperti yang telah penulis jabarkan di atas, hubungan kita dan bumi ini sifatnya memberi dan diberi. Kita tanamkan mulai sekarang pada prinsip kita, bahwa apa yang kita berikan pada alam, maka seperti itu pula yang akan alam kembalikan kepada kita, tinggal manusianya saja, sebagai Khalifah di bumi memutuskan akan memberikan kebaikan atau keburukan bagi bumi tempat tinggal kita ini. Akhir kata, Let’s save our precious EARTH….!