CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Rabu, 05 Maret 2014

PLASTIC SURGERY : Come as You are, Go Home as You Wish!

“ Ada 3 tipe wanita di dunia ini, yang cantik….mereka bagaikan harta karun, yang biasa-biasa saja…mereka sudah cukup untuk disyukuri, dan yang jelek….untuk ditolak.”
Park Jung Min – 200 Pounds of Beauty


            Kutipan film di atas berasal dari salah satu film favoritku, 200 Pounds of Beauty. Sebuah film yang menceritakan fakta-fakta nasib Si Cantik dan Si Buruk Rupa di Negeri Ginseng, Korea Selatan. Disana, kecantikan dan ketampanan merupakan tiket untuk memasuki aspek kehidupan apapun. Aku pernah menonton satu acara televisi yang menayangkan survey di jalanan kota besar negara tersebut, dalam survey tersebut sang presenter menanyai pendapat setiap orang mengenai seberapa penting penampilan bagi mereka, dan jawaban mereka:

“ Lebih baik aku menjadi orang miskin daripada menjadi orang jelek!”

Bisakah dikatakan bahwa Operasi plastik di Korea Selatan ini sudah menjadi suatu kebudayaan yang mendarah daging? Mari kita tinjau terlebih dahulu apa arti dari kata Budaya itu sendiri. Kata Budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Kebudayaan sendiri secara harfiah diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran manusia, sehingga dapat menunjuk pada pola pikir, perilaku serta karya fisik sekelompok manusia. Raymond Williams dalam Keywords menyebut tiga penggunaan istilah “kebudayaan” yang banyak dipakai dewasa ini. Pertama, mengenai perkembangan intelektual, spiritual dan estetik individu, kelompok atau masyarakat. Kedua, menangkap sejumlah aktivitas intelektual dan artistik serta produk-produknya (film, kesenian dan teater). Dalam penggunaan ini, “kebudayaan” dekat dengan “kesenian”. Ketiga, mengenai seluruh cara hidup, aktivitas, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang kelompok atau masyarakat. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Bagaimana Operasi Plastik Muncul di Muka Bumi?
Once upon a time….operasi plastik dilakukan sebagai prosedur medis yang berkaitan dengan perombakan atau perubahan organ tubuh berkenaan dengan fungsi dan bentuknya. Kata “plastik” berasal dari bahasa Yunani “plastico” yang artinya membentuk atau mencetak. So…selama ini kita salah kalo mengira bahwa operasi plastik adalah tindakan menambal sulam tubuh kita dengan bahan plastik secara harfiah.
Sejarah mencatat awal mula terbentuknya budaya operasi plastik yaitu ditelusuri dari adanya transkrip dokumen Edwin Smith Papyrus, yang berisi catatan sejarah adanya operasi perbaikan hidung di Mesir kuno 3000-2500 SM. Sejarah berlanjut pada abad pertama setelah masehi, dimana seorang Romawi bernama Aulus Cornelius Celcus melaksanakan operasi sederhana untuk memperbaiki struktur telinga yang rusak merujuk pada cacatan medis kuno dari Yunani.
Nah…lanjut ke abad 20, dimana tengah berlangsung Perang Dunia 1, seorang otolaryngologist bernama Harold Gillies mengembangkan berbagai metode operasi wajah modern untuk mengobati para tentara yang terluka ketika perang. Kemudian dua orang lelaki Amerika bernama Varaztad dan Blair diutus untuk belajar padanya. Dr John Peter Mettauer dikenal sebagai dokter bedah plastik pertama Amerika. operasi pertamanya dilaksanakan pada tahun 1827. Pembedahan ini dilakukan pada langit-langit bibir yang sumbing. Dr. Mettauer harus merancang dan membuat instrumen yang diperlukan dan bahan operasi karena profesi itu tidak benar-benar keluar sampai sekarang. Meskipun demikian, yang dianggap bapak operasi plastik modern tetaplah Sir Harold Gillies. Sir Gillies mengembangkan berbagai teknik lain yang mengakibatkan operasi plastik akhirnya menjadi dikenal sebagai perlakuan dengan tujuan estetika dan fungsional.

Dari Dunia Medis Menjadi Budaya
Seiring berkembangnya teknologi, tujuan operasi plastik saat ini sudah mengalami perubahan. Seperti yang terlihat di Korea Selatan dan Jepang, mereka yang melakukan operasi plastik rata-rata karena pengaruh dari media mengenai operasi plastik yang dilakukan di negara Amerika. Talk Show terkenal milik Oprah Winfrey, juga mengangkat tema mengenai tingginya tingkat masyarakat di Korea yang melakukan operasi plastik. Dari hasil survey, di tahun 2011, satu dari 77 orang di Korea Selatan melakukan prosedur kecantikan (suntik / bedah plastik) untuk memperbaiki penampilan. Pengaruh dari media adalah faktor yang berperan besar disini. Beberapa artis-artis di Korea melakukan operasi plastik untuk memperoleh banyak penggemar dan menyenangkan mereka. Karena sebagai seorang public figure, mereka seolah membawa pesan dalam alam bawah sadar para penggemarnya:

 “ Bahwa terlihat cantik dan menarik tidak peduli itu asli atau palsu, dapat membawa kita pada kesuksesan dan dapat mengundang kekaguman.”

 Di dunia bisnis, mereka juga menyadari bahwa dengan memiliki penampilan yang menarik akan memberikan tempat tersendiri di lingkungan kerja dan sukses di dalamnya. Kebanyakan dari mereka melakukan operasi plastik untuk lebih percaya diri dan menunjukkan image yang lebih baik di hadapan kliennya. Bahkan orang yang sudah berumur pun masih melakukan operasi plastik agar terlihat lebih muda. Karena ketatnya persaingan untuk memperoleh pekerjaan, maka banyak para orang tua yang menyuruh anaknya untuk operasi plastik sekeras mereka menyuruh anaknya agar rajin belajar. Alasan lain dari maraknya operasi plastik di Korea ini adalah untuk meningkatkan peluang mendapatkan pasangan yang lebih baik. Secara biologis, orang yang berpenampilan menarik akan lebih banyak disukai lawan jenisnya, karena proses seleksi alam. Orang-orang menyadari dan secara naluriah ingin memiliki pasangan yang lebih baik untuk memperbaiki keturunannya kelak.
Kenyataan di atas sangat klop dengan cerita yang tersaji dalam film 200 Pounds of Beauty, dimana wanita dengan suara emas tapi berpenampilan super jelek, gendut, kikuk, dan tidak menarik seperti Kang Hanna harus berpuas diri hanya bisa menyanyi di belakang panggung untuk menjadi suara pengganti bagi sang artis besar, Ammy, yang cantik tapi pada dasarnya tidak bisa menyanyi sama sekali. Intinya, apabila anda cantik anda bisa jadi apapun yang anda inginkan! Diskriminasi ini yang akhirnya membuat Kang Hanna bertekad bertaruh nyawa di atas meja operasi untuk merombak tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki, dari kulit hingga tulang, lewat jalan operasi plastik.
Banyaknya klinik-klinik operasi plastik dengan harga yang relatif murah dan mudah di akses oleh masyarakat umum juga salah satu dari banyaknya faktor meningkatnya angka operasi plastik di Korea Selatan. Berlakulah hukum ekonomi, dimana tingginya permintaan mendorong meningkatnya penawaran. Ditambah dengan dokter-dokter bedah plastik di Korea adalah yang terbaik di bidangnya, mereka teliti dan bekerja dengan hasil yang bagus. Maka tidak heran jika banyak orang-orang dari seluruh penjuru dunia datang ke Korea untuk melakukan prosedur operasi plastik.
Di Korea Selatan sendiri, kebanyakan di antara mereka yang melakukan operasi plastik adalah siswi SMU. Sehingga bukanlah suatu hal yang mengejutkan jika pada umur 20 tahun banyak remaja di Korea yang telah melakukan operasi plastik. Menurut data dari Dinas Kesehatan Korea, sebanyak 65 persen perempuan di Korsel melakukan operasi plastik dan dari angka tersebut 99 persen adalah artis. Data yang dilansir dari The Economist Online tahun 2009 menunjukkan, satu dari lima perempuan Korsel melakukan operasi plastik. Jumlah tersebut diperkirakan semakin bertambah dari tahun ke tahun, seiring dengan tren yang ada saat ini. Penelitian yang dilakukan Majalah Economist di tahun 2010, lebih dari 360 ribu prosedur operasi plastik dilakukan. Terbanyak adalah sedot lemak, operasi hidung dan kelopak mata. Untuk operasi kelopak mata, tercatat dilakukan sebanyak 44 ribu di tahun 2010.
Biaya yang murah memudahkan masyarakat Korea untuk membuat wajah dan tubuh seperti layaknya boneka atau menjadi seperti yang diidam-idamkan. Untuk penanaman silikon saja, hanya dibutuhkan biaya sekitar sekitar Rp 6 sampai Rp10 juta rupiah. Dengan penambahan teknologi muthakhir, biaya yang dikeluarkan sekitar Rp15 juta untuk setiap sesi. Itu sudah termasuk paket rawat inap khusus bagi pasien operasi plastik, seperti yang dilakukan JK Plastic Surgery Center. Biaya maksimal yang dikeluarkan para pasien sekitar ₩1,7 juta atau sekitar Rp15 juta. Untuk operasi kelopak mata, biaya yang harus dikeluarkan sekitar ₩2,3 juta atau sekitar Rp20 juta.
Dengan mewabahnya operasi plastik di negara Korsel, tersedia tenaga kerja sebanyak 12 ribu ahli bedah plastik yang merupakan lulusan lokal maupun yang pernah berkuliah di luar negeri. Survei yang dilakukan sebuah media lokal menyebutkan, rata-rata warga negeri gingseng tersebut menghabiskan 30 persen penghasilannya untuk operasi plastik. Dari jumlah tersebut 70 persen kaum adam menginginkan bedah plastik meski hingga saat ini masih didominasi kaum hawa. Sebanyak 40 persen lelaki setempat pernah mengunjungi klinik kecantikan untuk berkonsultasi tentang operasi plastik. Banyaknya permintaan operasi plastik dan wisatawan yang datang untuk melakukan operasi plastik, membuat Korsel memiliki julukan baru, yakni Republic of Plastic Surgery
.Keinginan mereka untuk mempunyai kecantikan layaknya seorang barbie telah tertanam sejak usia dini. Di kalangan masyarakat Korea maupun Jepang terutama di kalangan kaum hawa, barbie yang merupakan produk dari Amerika dianggap satu ikon atau sosok wanita yang sempurna. Masuknya produk boneka barbie mengubah pandangan masyarakat mengenai kecantikan tubuh. Cantik di mata masyarakat Korea berarti memiliki mata yang besar, hidung mancung, kulit bagai porselen, tubuh yang tinggi, serta bibir dan dagu yang mungil. Intinya. Hal ini berbeda dengan kecantikan wanita Korea asli yang umumnya memiliki wajah bulat dan mata sipit. Tidak heran jika operasi plastik yang paling populer adalah operasi penambahan lipatan pada kelopak mata (double eyelid) serta operasi hidung (nose job).
Fenomena budaya operasi plastik yang terjadi di Korea merupakan salah satu bentuk masyarakat konsumsi. Dalam bukunya, Jean P. Baudrillard menuliskan bahwa tubuh merupakan konsumsi, ia merupakan objek yang lebih baik, lebih berharga, lebih berat konotasinya dari sebuah mobil, dan saat ini tubuh dijadikan objek panggilan. Tubuh saat ini sengaja ditanam dalam dua makna yakni ekonomi dan fisik. Bagi wanita, kecantikan menjadi syarat mutlak, syarat religius. Cantik bukan lagi pengaruh dari alam, juga bukan pula kualitas moral sampingan, tetapi kualitas mendasar, dan wajib dari sifat perempuan yang memelihara tubuh, wajah dan kelangsingannya sebagai jiwanya. Operasi plastik yang seakan-akan telah menjadi budaya masyarakat Korea tidak semata-mata karena mereka ingin memperbaiki fisik mereka saja, tetapi karena banyaknya tuntutan yang membuat mereka harus melakukan operasi plastik. Namun demikian, masuknya budaya asing dalam hal ini budaya barat (Amerika, Eropa) melalui media elektronik maupun melalui boneka barbie yang merupakan produk negara Amerika, memang mengambil peranan penting dari terbentuknya budaya operasi plastik di kalangan masyarakat Korea dan Jepang
Lim In-Sook, profesor di bidang sosiologi di Korea University, mengatakan, “Ini adalah bangsa yang sangat didominasi laki-laki, di mana perempuan membutuhkan baik otak maupun kecantikan, atau seringkali kecantikan lebih dari otak, untuk mendapatkan sebuah pekerjaan, menikah dan bertahan di semua aspek kehidupan,” kata Sang Profesor. Operasi plastik, menurut Lim, telah menjadi cara lain yang bisa diterima untuk memberikan kepada diri anda sendiri keunggulan di sebuah sudut masyarakat yang super kompetitif. So…It’s your choice to do that, come as you are, go home as you wish for, by plastic surgery………

                                                                                   
                                                                                                26th February 2014, Malang