“ Ada 3 tipe wanita di dunia ini,
yang cantik….mereka bagaikan harta karun, yang biasa-biasa saja…mereka sudah
cukup untuk disyukuri, dan yang jelek….untuk ditolak.”
Park Jung Min – 200 Pounds of Beauty
Kutipan film di atas berasal dari
salah satu film favoritku, 200 Pounds of Beauty. Sebuah film yang menceritakan
fakta-fakta nasib Si Cantik dan Si Buruk Rupa di Negeri Ginseng, Korea Selatan.
Disana, kecantikan dan ketampanan merupakan tiket untuk memasuki aspek
kehidupan apapun. Aku pernah menonton satu acara televisi yang menayangkan
survey di jalanan kota besar negara tersebut, dalam survey tersebut sang
presenter menanyai pendapat setiap orang mengenai seberapa penting penampilan
bagi mereka, dan jawaban mereka:
“ Lebih baik aku menjadi orang
miskin daripada menjadi orang jelek!”
Bisakah
dikatakan bahwa Operasi plastik di Korea Selatan ini sudah menjadi suatu
kebudayaan yang mendarah daging? Mari kita tinjau terlebih dahulu apa arti dari
kata Budaya itu sendiri. Kata Budaya
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal budi atau
adat-istiadat. Kebudayaan sendiri secara harfiah diartikan sebagai segala hal
yang berkaitan dengan akal atau pikiran manusia, sehingga dapat menunjuk pada
pola pikir, perilaku serta karya fisik sekelompok manusia. Raymond Williams dalam Keywords
menyebut tiga penggunaan istilah “kebudayaan” yang banyak dipakai dewasa ini.
Pertama, mengenai perkembangan intelektual, spiritual dan estetik individu,
kelompok atau masyarakat. Kedua, menangkap sejumlah aktivitas intelektual dan
artistik serta produk-produknya (film, kesenian dan teater). Dalam penggunaan
ini, “kebudayaan” dekat dengan “kesenian”. Ketiga, mengenai seluruh cara hidup,
aktivitas, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang kelompok atau masyarakat. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Bagaimana Operasi Plastik Muncul di Muka Bumi?
Once upon a time….operasi plastik dilakukan sebagai
prosedur medis yang berkaitan dengan perombakan atau perubahan organ tubuh
berkenaan dengan fungsi dan bentuknya. Kata “plastik” berasal dari bahasa
Yunani “plastico” yang artinya membentuk atau mencetak. So…selama ini kita
salah kalo mengira bahwa operasi plastik adalah tindakan menambal sulam tubuh
kita dengan bahan plastik secara harfiah.
Sejarah mencatat awal mula terbentuknya budaya operasi
plastik yaitu ditelusuri dari adanya transkrip dokumen Edwin Smith Papyrus, yang
berisi catatan sejarah adanya operasi perbaikan hidung di Mesir kuno 3000-2500
SM. Sejarah berlanjut pada abad pertama setelah masehi, dimana seorang Romawi
bernama Aulus Cornelius Celcus melaksanakan operasi sederhana untuk
memperbaiki struktur telinga yang rusak merujuk pada cacatan medis kuno dari Yunani.
Nah…lanjut ke abad 20, dimana tengah berlangsung
Perang Dunia 1, seorang otolaryngologist bernama Harold Gillies
mengembangkan berbagai metode operasi wajah modern untuk mengobati para tentara
yang terluka ketika perang. Kemudian dua orang lelaki Amerika bernama Varaztad
dan Blair
diutus untuk belajar padanya. Dr John Peter Mettauer dikenal
sebagai dokter bedah plastik pertama Amerika. operasi pertamanya dilaksanakan
pada tahun 1827. Pembedahan ini dilakukan pada langit-langit bibir yang sumbing.
Dr. Mettauer harus merancang dan membuat instrumen yang diperlukan dan bahan
operasi karena profesi itu tidak benar-benar keluar sampai sekarang. Meskipun
demikian, yang dianggap bapak operasi plastik modern tetaplah Sir Harold
Gillies. Sir Gillies mengembangkan berbagai teknik lain yang mengakibatkan
operasi plastik akhirnya menjadi dikenal sebagai perlakuan dengan tujuan
estetika dan fungsional.
Dari Dunia Medis Menjadi Budaya
Seiring berkembangnya teknologi, tujuan operasi
plastik saat ini sudah mengalami perubahan. Seperti yang terlihat di Korea
Selatan dan Jepang, mereka yang melakukan operasi plastik rata-rata karena
pengaruh dari media mengenai operasi plastik yang dilakukan di negara Amerika.
Talk Show terkenal milik Oprah Winfrey, juga mengangkat tema
mengenai tingginya tingkat masyarakat di Korea yang melakukan operasi plastik. Dari
hasil survey, di tahun 2011,
satu dari 77 orang di Korea Selatan melakukan prosedur kecantikan (suntik /
bedah plastik) untuk memperbaiki penampilan.
Pengaruh dari media adalah faktor yang berperan besar disini. Beberapa
artis-artis di Korea melakukan operasi plastik untuk memperoleh banyak
penggemar dan menyenangkan mereka. Karena sebagai seorang public figure, mereka seolah membawa pesan dalam alam bawah sadar
para penggemarnya:
“ Bahwa terlihat cantik dan menarik tidak
peduli itu asli atau palsu, dapat membawa kita pada kesuksesan dan dapat
mengundang kekaguman.”
Di dunia
bisnis, mereka juga menyadari bahwa dengan memiliki penampilan yang menarik
akan memberikan tempat tersendiri di lingkungan kerja dan sukses di dalamnya.
Kebanyakan dari mereka melakukan operasi plastik untuk lebih percaya diri dan
menunjukkan image yang lebih baik di
hadapan kliennya. Bahkan orang yang sudah berumur pun masih melakukan operasi
plastik agar terlihat lebih muda. Karena ketatnya persaingan untuk memperoleh
pekerjaan, maka banyak para orang tua yang menyuruh anaknya untuk operasi
plastik sekeras mereka menyuruh anaknya agar rajin belajar. Alasan lain dari
maraknya operasi plastik di Korea ini adalah untuk meningkatkan peluang
mendapatkan pasangan yang lebih baik. Secara biologis, orang yang berpenampilan
menarik akan lebih banyak disukai lawan jenisnya, karena proses seleksi alam.
Orang-orang menyadari dan secara naluriah ingin memiliki pasangan yang lebih
baik untuk memperbaiki keturunannya kelak.
Kenyataan di atas sangat klop dengan cerita yang
tersaji dalam film 200 Pounds of Beauty, dimana wanita dengan suara emas tapi
berpenampilan super jelek, gendut, kikuk, dan tidak menarik seperti Kang Hanna
harus berpuas diri hanya bisa menyanyi di belakang panggung untuk menjadi suara
pengganti bagi sang artis besar, Ammy, yang cantik tapi pada dasarnya tidak
bisa menyanyi sama sekali. Intinya, apabila anda cantik anda bisa jadi apapun
yang anda inginkan! Diskriminasi ini yang akhirnya membuat Kang Hanna bertekad
bertaruh nyawa di atas meja operasi untuk merombak tubuhnya dari ujung kepala
hingga ujung kaki, dari kulit hingga tulang, lewat jalan operasi plastik.
Banyaknya klinik-klinik operasi plastik dengan harga
yang relatif murah dan mudah di akses oleh masyarakat umum juga salah satu dari
banyaknya faktor meningkatnya angka operasi plastik di Korea Selatan. Berlakulah
hukum ekonomi, dimana tingginya permintaan mendorong meningkatnya penawaran.
Ditambah dengan dokter-dokter bedah plastik di Korea adalah yang terbaik di
bidangnya, mereka teliti dan bekerja dengan hasil yang bagus. Maka tidak heran
jika banyak orang-orang dari seluruh penjuru dunia datang ke Korea untuk melakukan
prosedur operasi plastik.
Di Korea Selatan sendiri, kebanyakan di antara mereka
yang melakukan operasi plastik adalah siswi SMU. Sehingga bukanlah suatu hal
yang mengejutkan jika pada umur 20 tahun banyak remaja di Korea yang telah
melakukan operasi plastik. Menurut data dari Dinas
Kesehatan Korea, sebanyak 65 persen perempuan di Korsel melakukan operasi
plastik dan dari angka tersebut 99 persen adalah artis. Data yang dilansir dari
The
Economist Online tahun 2009 menunjukkan, satu dari lima perempuan
Korsel melakukan operasi plastik. Jumlah tersebut diperkirakan semakin
bertambah dari tahun ke tahun, seiring dengan tren yang ada saat ini. Penelitian
yang dilakukan Majalah Economist di tahun 2010, lebih dari 360 ribu prosedur
operasi plastik dilakukan. Terbanyak adalah sedot lemak, operasi hidung dan
kelopak mata. Untuk operasi kelopak mata, tercatat dilakukan sebanyak 44 ribu
di tahun 2010.
Biaya
yang murah memudahkan masyarakat Korea untuk membuat wajah dan tubuh seperti
layaknya boneka atau menjadi seperti yang diidam-idamkan. Untuk penanaman
silikon saja, hanya dibutuhkan biaya sekitar sekitar Rp 6 sampai Rp10 juta
rupiah. Dengan
penambahan teknologi muthakhir, biaya yang dikeluarkan sekitar Rp15 juta untuk
setiap sesi. Itu sudah termasuk paket rawat
inap khusus bagi pasien operasi plastik, seperti yang
dilakukan JK Plastic Surgery Center.
Biaya maksimal yang dikeluarkan para pasien sekitar ₩1,7 juta atau sekitar Rp15
juta. Untuk operasi kelopak mata, biaya yang harus dikeluarkan sekitar ₩2,3
juta atau sekitar Rp20 juta.
Dengan
mewabahnya operasi plastik di negara Korsel, tersedia tenaga kerja sebanyak 12 ribu ahli
bedah plastik yang merupakan lulusan lokal maupun yang pernah berkuliah di luar
negeri. Survei
yang dilakukan sebuah media lokal menyebutkan, rata-rata warga negeri gingseng
tersebut menghabiskan 30 persen penghasilannya untuk operasi plastik. Dari
jumlah tersebut 70 persen kaum adam menginginkan bedah plastik meski hingga
saat ini masih didominasi kaum hawa. Sebanyak 40 persen lelaki setempat pernah mengunjungi
klinik kecantikan untuk berkonsultasi tentang operasi plastik. Banyaknya permintaan
operasi plastik dan wisatawan yang datang untuk melakukan operasi plastik,
membuat Korsel memiliki julukan baru, yakni Republic of Plastic Surgery
.Keinginan mereka untuk mempunyai kecantikan layaknya
seorang barbie telah tertanam sejak usia dini. Di kalangan masyarakat Korea
maupun Jepang terutama di kalangan kaum hawa, barbie yang merupakan produk dari
Amerika dianggap satu ikon atau sosok wanita yang sempurna. Masuknya produk
boneka barbie mengubah pandangan masyarakat mengenai kecantikan tubuh. Cantik
di mata masyarakat Korea berarti memiliki mata yang besar, hidung mancung,
kulit bagai porselen, tubuh yang tinggi, serta bibir dan dagu yang mungil.
Intinya. Hal ini berbeda dengan kecantikan wanita Korea asli yang umumnya
memiliki wajah bulat dan mata sipit. Tidak heran jika operasi plastik yang
paling populer adalah operasi penambahan lipatan pada kelopak mata (double eyelid) serta operasi hidung (nose job).
Fenomena budaya operasi plastik yang terjadi di Korea
merupakan salah satu bentuk masyarakat konsumsi. Dalam bukunya, Jean
P. Baudrillard menuliskan bahwa tubuh merupakan konsumsi, ia merupakan
objek yang lebih baik, lebih berharga, lebih berat konotasinya dari sebuah
mobil, dan saat ini tubuh dijadikan objek panggilan. Tubuh saat ini sengaja
ditanam dalam dua makna yakni ekonomi dan fisik. Bagi wanita, kecantikan
menjadi syarat mutlak, syarat religius. Cantik bukan lagi pengaruh dari alam,
juga bukan pula kualitas moral sampingan, tetapi kualitas mendasar, dan wajib
dari sifat perempuan yang memelihara tubuh, wajah dan kelangsingannya sebagai
jiwanya. Operasi plastik yang seakan-akan telah menjadi budaya masyarakat Korea
tidak semata-mata karena mereka ingin memperbaiki fisik mereka saja, tetapi
karena banyaknya tuntutan yang membuat mereka harus melakukan operasi plastik.
Namun demikian, masuknya budaya asing dalam hal ini budaya barat (Amerika,
Eropa) melalui media elektronik maupun melalui boneka barbie yang merupakan
produk negara Amerika, memang mengambil peranan penting dari terbentuknya
budaya operasi plastik di kalangan masyarakat Korea dan Jepang
Lim In-Sook, profesor di
bidang sosiologi di Korea University, mengatakan, “Ini adalah bangsa yang
sangat didominasi laki-laki, di mana perempuan membutuhkan baik otak maupun
kecantikan, atau seringkali kecantikan lebih dari otak, untuk mendapatkan
sebuah pekerjaan, menikah dan bertahan di semua aspek kehidupan,” kata Sang
Profesor. Operasi plastik, menurut Lim, telah menjadi cara lain yang bisa
diterima untuk memberikan kepada diri anda sendiri keunggulan di sebuah sudut
masyarakat yang super kompetitif. So…It’s
your choice to do that, come as you are, go home as you wish for, by plastic
surgery………
26th
February 2014, Malang